Sabtu, 07 April 2012

Misteri Batu Hajar Aswad


Percaya tidak percaya, batu hajar aswad adalah pusat dari bumi, percayakah? berikut artikel yang dapat menambah pengetahuan anda tentang batu hajar aswad.


Baca Selengkapnya




Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, di berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ?.”

Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.

Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.

Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) )


Prof. Hussain Kamel, menemukan suatu fakta mengejutkan bahawa Mekah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia.

Untuk tujuan itu, ia menarik garis-garis pada peta, dan setelah itu ia mengamati dengan saksama posisi ketujuh benua terhadap Mekah dan jarak masing-masing.

Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan projek garis bujur dan garis lintang. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahawa Mekah merupakan pusat bumi atau dunia. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Ogos, 1978).
alt

Ka'bah sebagai pusat bumi : Perhatikanlah arah panah dari setiap arah penjuru di bumi, semua Ummat Islam melakukan Ibadah dengan mengarah pada satu Pusat (Kiblat) yaitu ke Ka'bah, baik pada saat melakukan shalat maupun saat menunaikan salah satu rukun berhaji, yaitu Tawaf. Hal ini sama seperti pergerakan Bumi dan planet-planet lainnya yang berpusat pada Matahari, atau sama seperti pergerakan Matahari dan bintang-bintang yang berpusat pada satu titik sehingga membentuk satu kelompok atau kumpulan bintang-bintang atau yang disebut dengan Galaksi.Setiap arah Rotasi dari bintang-bintang, Planet-planet dan benda lainnya dalam galaksi-galaksi tersebut membentuk lingkaran/ mengelilingi suatu pusat dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam, sesuai dengan Hukum/ aturan dalam melakukan Tawaf dalam salah satu Ritual Haji.

Gambar-gambar satelit yang muncul kemudian pada tahun 90-an menekankan hasil dan natijah yang sama, ketika kajian-kajian lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.

Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahawa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama masa geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan itu terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke arah Makkah.

Berdasarkan kajian di atas, bahawa Mekah berada pada tengah-tengah bumi (pusat dunia), maka benar-benar diyakini bahawa Kota Suci Mekah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia.

Hal ini akan mengakhiri kontroversi yang timbul pada empat dekade yang lalu oleh kalangan Barat.

Ada banyak perdebatan ilmiah untuk membuktikan bahawa Mekah merupakan wilayah kosong bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut. Jika waktu Mekah diterapkan, maka mudah bagi setiap orang mengetahui waktu shalat.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9093091

Selasa, 21 Februari 2012

Sardari, Muslim Penyelamat Yahudi dari Kekejaman Nazi


Banyak orang tak asing dengan nama Oskar Schindler, seorang pengusaha Jerman yang mau bersusah payah menyelamatkan para buruh Yahudinya dari kekejaman Nazi Jerman.

Namun, mungkin hanya sedikit yang pernah mendengar nama Abdol-Hossein Sardari -- seorang muslim asal Iran yang melakukan hal yang sama. Atas nama kemanusiaan.


Baca Selengkapnya



Sardari, seorang diplomat Iran di Paris pada masa perang, mempertaruhkan segalanya, demi menyelamatkan nyawa ribuan Yahudi Iran. Sepak terjangnya dikisahkan dalam buku "The Lion's Shadow" karya Fariborz Mokhtari.

Seperti dimuat kantor berita BBC, Rabu 21 Desember 2011, apa yang dilakukan Sardari membuat ribuan Yahudi Iran dan keturunannya berutang nyawa.

Salah satunya, Eliane Senahi Conahim, yang baru berusia tujuh tahun saat ia melarikan diri dari Prancis bersama keluarganya -- ayahnya, George Senahi adalah pedagang tekstil kaya yang punya rumah besar di Montmorency, sekitar 25 kilometer dari ibukota Prancis, Paris.

Saat invasi Nazi, keluarga Senahi berniat melarikan diri ke Teheran, usaha yang gagal. Mereka akhirnya bersembunyi di sebuah pedesaan di Prancis, sebelum akhirnya terpaksa pergi ke Paris -- yang berada dalam cengkeraman penuh Gestapo -- tentara Nazi.

"Saya ingat cara mereka berjalan dengan bot hitam. Hanya dengan melihat mereka saja sudah bisa membuat anak kecil seperti aku dulu, merinding," kata Conahim, dari rumahnya di California.

Seperti halnya warga Yahudi Iran di Prancis lainnya, mereka meminta bantuan misi diplomat Iran di Prancis. Conahim ingat, ayahnya selalu menceritakan, berkat Sardari, keluarganya bisa selamat.

Sardari memberikan keluarga Senahi paspor dan segala dokumen perjalanan yang dibutuhkan supaya bisa melewati Eropa dengan aman. "Setiap mencapai perbatasan, ayah saya selalu gemetaran. Namun ia adalah pria tangguh yang berhasil meyakinkan kami bahwa semua akan baik-baik saja," kenang Conahim, yang menyebut Sardari sebagai "Oskar Schindler bagi Yahudi Iran".

Dalam bukunya, Fariborz Mokhtari menggambarf Sardari sebagai sosok bujangan yang tahu cara bersenang-senang -- lalu tiba-tiba menemukan dirinya sebagai orang penting dalam misi diplomatik Iran, di awal Perang Dunia II.

Meski bersikap Netral, Iran punya hubungan baik dengan Jerman kala itu, apalagi setelah mesin propaganda Nazi mendeklarasikan Iran juga sebagai bangsa Arya. Kendati demikian, Yahudi Iran juga terancam.

Dengan pengaruh diplomatik serta para kenalannya di Jerman, Sardari berhasil meloloskan lebih dari 2.000 Yahudi Iran dari hukum keras Nazi dengan argumen, mereka tidak memiliki hubungan darah dengan Yahudi Eropa.

Ia membantu warga Iran, termasuk yang Yahudi kembali ke Teheran dengan cara mengeluarkan pasor jenis baru yang memungkinkan mereka bepergian melintasi Eropa -- ini terkait kebijakan rezim baru Iran pada 1925 yang mengenalkan paspor dan kartu identitas baru -- yang jelas tak dimiliki warga Iran yang tinggal di Eropa atau yang menikah dengan orang non-Iran, termasuk anak-anak dari perkawinan campuran.

Aktivitas Sardari tak surut meski pada September 1941 -- saat Inggris dan Rusia menginvasi Iran -- ia diharuskan kembali secepat mungkin.

Namun, Sardari menolaknya. Meski kehilangan status dan kekebalan diplomatik, ia bertahan di Prancis, membantu saudara sebangsanya, termasuk Yahudi Iran -- mempertaruhkan keselamatannya, sampai menguras uang warisannya agar kantornya tetap berjalan.

Paspor kosong yang dikeluarkan Sardari diperkirakan antara 500 sampai 1.000 lembar. Dalam bukunya, Mokhtari mengatakan, satu paspor berlaku untuk dua sampai tiga orang. "Jadi, ia telah menyelamatkan sekitar 2.000 orang."

Sepanjang hayatnya, Sardari selalu menolak penghargaan yang diberikan padanya dan selalu bersikeras bahwa ia hanya melakukan tugas.
Yang menyedihkan, ia meninggal dalam kondisi sebatang kara di tempat tidurnya di Croydon, London di tahun 1981 -- setelah kehilangan pensiunnya sebagai diplomat, juga semua propertinya di Iran pasca revolusi.
Penghargaan atas kerja kemanusiaan Sardari akhirnya diberikan pada 2004 dalam sebuah upacara di Simon Wiesenthal Centre, Los Angeles. Penulis buku, Fariboz Mokhtari, berharap dengan tersebarnya cerita Sardari dan testimoni para Yahudi Iran, miskonsepsi yang ada di Iran akan runtuh.

"Disini ada Muslim Iran melakukan sesuatu yang tak lazim, mempertaruhkan hidupnya, karirnya, propertinya, dan semuanya untuk menyelamatkan saudara sebangsanya," kata Mokhtari.

"Sama sekali tak terbesit dalam benaknya: 'saya Muslim, dia Yahudi' atau semacamnya."

Sumber : Vivanews.com